Tinta Terakhir

Tinta Terakhir

...

”Ingatan ku tak slamanya mampu mengingat semua tentangmu, terlalu banyak kenangan yang tlah kau goreskan. Banyak langkah yang tlah kita ayunkan bersama, beribu asa kita lukis berdua. Aku tak mampu melarangmu pergi. Aku kan kehilanganmu, tapi ku tak mau kehilangan cerita tentangmu, biarkan ku abadikan dalam tinta terakhirku untukmu”

#Mahasiswa Tingkat Akhir

Rangga terbangun saat suara azan menggema di angkasa. Suara azan itu terdengar cukup keras lantaran kost yang ditempatinya berjarak sangat dekat dengan masjid. Rangga memperhatikan jam di hpnya yang tlah menunjukan pukul 16:20, ia sadar kalau ada janjian dengan teman-temannya, dengan terburu-buru dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan sholat ashar.

Rangga memacu sepeda motornya membelah jalanan kota Padang yang begitu padat. Maklum jam segini adalah jam sibuk warga kota. Orang-orang bergegas pulang ke rumah masing-masing setelah seharian tenggelam dalam pekerjaan. Mahasiswa dan pelajar berjejer di pinggir jalan menunggu angkot untuk kembali ke kostnya melepas letih. Klason mobil melenguh. Wajah-wajah lelah merindu lelap. Asap knalpot membungkus jalanan sore itu. Dia terjebak diantara ratusan kendaraan yang tak bisa berbuat apa-apa.

Sesekali dia melihat layar hp, beberapa pesan tlah antri untuk balas.

Ngga, kamu dimana? Tanya Aini. Rangga tak membalasnya membiarkan pesan Aini terkubur bersama pesan-pesan lainnya, sangat berisiko baginya menggunakan hp ditengah jalanan yang begitu padat.

Beberapa menit kemudian dia sampai di tempat biasa mereka ngumpul, sebuah cafe sederhana ditengah jantung kota. Tidak terlalu besar namun selalalu dipenuhi pengunjung setia. Layanan mereka sangat memuaskan, terletak persis di depan sungai yang membelah kota Padang, memiliki hulu yang deras yang siap menghanyutkan setiap kenangan pahit bagi mereka yang merana. Meja-meja pelanggan disusun rapi diatas bibir sungai. Berhiaskan lampu-lampu kecil yang membentang diantara meja ke meja. Nuansa romastis sangat terasa jika menunggu malam datang di tempat ini. Rangga memilih tempat paling sudut, tempat paforit dia jika nonkrong di café ini. Dari tempat dia duduk, terlihat jelas cakrawala mulai bersembunyi diseberang lautan sana, cahanya dibiaskan oleh aliran sungai yang membentuk jingga kemerahan.

Nggak biasanya nih asdos telat” Ocehan Ari.

Mungkin Pak Dosen sibuk periksa lembaran UAS Mahasiswanya kali” Timpal Aini.

Maklum aja kalau asdos itu emang sibuk” Timpal Mawar.

Sedangkan yang lain, Genta, Roy dan Nuri hanya tersenyum melihat Rangga yang pasrah menjadi sasaran kemarahan mereka. Mereka merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dengan jurusan berbeda pada salah satu Universitas ternama di kota Padang. Rangga, Aini dan Mawar kuliah di Jurusan Pendidikan Sejarah. Ari jurusan Ilmu Administrasi Negara. Nuri dan Roy jurusan PPKN sedangkan Genta jurusan Sosiologi. Diantara mereka hanya Ari yang tlah diwisuda beberapa bulan yang lalu. karena dia lebih duluan masuk kampus dibandingkan Rangga dan teman-temannya. 

Persahabatan mereka terjalin saat masih menjadi mahasiswa baru, panitia ospek menempatkan mereka pada kelompok yang sama. Pertemanan mereka bisa dikatan awet, tak jarang mahasiswa lain memberikan pujian pada kesetiaan pertemanan mereka. Mereka selalu berkumpul bersama, saling mengingatkan, saling membantu dalam urusan kuliah maupun diluar kuliah.

Rangga dan teman-temannya berstatus sebagai mahasiswa akhir yang sibuk dengan urusan skripsinya masing-masing. Rangga dan Genta akan sidang skripsi beberapa hari kedepan. Sedangkan Aini, Roy, Mawar dan Nuri masih sibuk dengan penelitianya. Walaupun terbilang sibuk mereka tak mau melewatkan hari-hari kebersamaan. Karena sebentar lagi mereka akan meninggalkan dunia kampus, ini jugalah alasan Ari masih bertahan di kampus meski dia tlah wisuda. Saat ditanya mengapa dia tak pulang kampung, dia slalu menjawab “aku tak mau pergi lebih cepat.”

Bunga mana?” Tanya Rangga saat yang lain sibuk memilih menu yang beragam.

Ya, satu lagi namanya Bunga Clarisa. Seorang mahasiswa super sibuk dibandingkan mereka, hari-harinya dihabiskan di organisasi kampus. Dia aktif di berbagai UKM Mahasiswa, baik sebagai anggota maupun pengurus. Bunga berparas tinggi dengan kulit putih bersih. Wajahnya bulat dengan lesung pipit dikedua pipinya, senyumannya dihiasi gigi ginsul yang mempesona. Bunga sangat perfeksionis, kemanapun dia pergi selalu ditemani buku kecil kesayangannya, di dalam buku itu tertulis skedul-skedul dia dan teman-temannya, puisi-puisi puitis, curahan hati yang tak semua orang bisa membacanya. Bunga slalu mengingatkan tentang tugas, penelitian dan skripsi. Bunga juga satu diantara mereka yang akan menghadapi sidang skripsi beberapa hari lagi.

Katanya dia nemuin dosen pembimbingnya minta tanda tangan persetujuan” Omel Genta.

Cieela, lo ngrasa ada yang kurang saat Bunga gak ada?” Timpal Nuri yang membuat wajah Rangga memerah.

Bagi Rangga, Bunga memang berbeda dari yang laim. Rangga menempatkan Bunga sebagai prioritasnya, gak hanya sebagai seorang teman, tapi lebih. Rangga tlah memendam sangat lama. Rangga hanya tak  mau hubungan pertemanan mereka hancur gara-gara cinta. Diantara mereka Ari lah yang mengerti tentang perasaan Rangga, karena Ari adalah satu-satunya teman yang diberitahu oleh Rangga tentang apa yang dia rasa, bukannya tak memberi tahu kepada yang lain, Dia takut teman-temannya salah persepsi. Bagi Ari apa yang dirasakan Rangga adalah hal yang wajar, walaupun dia sendiri juga pernah jatuh hati sama Bunga sebelum mereka saling kenal. Ari tidak hanya dewasa dari segi umur tapi juga dewasa dari segi pemikiran, dia mampu memberikan solusi terbaik saat teman-temannya membutuhkannya.

Bukannya gak seru, cuma gak lengkap aja rasanya” Rangga mencoba meluruskan pemikiran Nuri yang terkadang suka gawur dalam berbagai persoalan.

Coba deh lo telvon” Saran Ari.

Rangga menjauh dari teman-temannyta untuk coba menghubungi Bunga;

Setelah beberapa kali nada sambung akhirnya Bunga menjawab dibalik sana;

Hallo” Kata Bunga disana.

Hallo, kamu dimana?”

Aku masih dikampus Ngga

Kamu gak kesini?”

Ikut Ngga, tapiii..…”

Aku jemput ya

Kok kamu tahu aku gak ada tebengan?”

hehehe, kamu tunggu di taman ya, aku jalan sekarang” Jawab Rangga sambil menutup telvon.

Rangga berjalan menuju teman-temannya sambil mengambil jacket yang terletak disandaran kursinya.

Aku jemput Bunga dulu” Kata Rangga sambil meneguk lemon tea milik Nuri.

Kok kamu gak pernah mau jemput aku” Lagi-lagi Nuri berkicau gak jelas.

Hati-hati, Bunga gak akan pergi kok” Sambung Roy sambil melambaikan tangannya.

**

#Andai Kamu Tahu; Edelwis itu Harum dalam Keabadian

Setelah beberapa menit Rangga sampai di kampus. Rute yang ditempuhnya terbilang cukup dekat, karena dia memilih jalur tikus yang sudah dihafalnya sejak kuliah di kota ini, wajar saja kota dengan kepadatan penduduk yang melebihi kewajaran menyediakan jalur-jalur alternatif anti kemacetan. 

Dari kejahuan Rangga melihat Bunga yang duduk disalah satu bangku taman. Dengan perpaduan jilbab dan baju warna hijau olive dan abu-abu yang membuat dia tampak lebih anggun.

Bunga melambaikan tangan saaat melihat Rangga datang.

Maaf ya, aku slalu ngeropotin” Pinta Bunga.

Aku suka kok, kalau yang ngeropotin aku tu kamu” Timpal Rangga yang membuat senyum Bunga pecah.

Yang lain dimana?”

Kamu doank yang ditunggu

Ohyaaa

Ayok lah, nanti keburu ditinggal sama yang lain” Jawab Rangga.

Rangga memilih melewati jalan utama kota menuju café. Dia berharap agar ada waktu lebih lama bersama Bunga.

Kok tidak lewat belakang aja, disini kan macet” Komentar Bunga saat mereka sudah terkurung diratusan kendaraan yang ingin saling mendahului.

Sama aja, jalur belakang juga macet kok” Rangga berkilah.

Bunga hanya diam dan tak mau berkomentar lebih panjang lagi.

Selama perjalanan tidak ada percakapan penting diantara mereka. Mereka memilih untuk diam satu sama lain. Rangga sibuk mencari peluang untuk bisa menerobos kemacetan, sedangkan Bunga matanya tak henti-henti menikmati pemandangan cakrawala yang semakin kehilangan senja di barat sana. Warna jingganya makin jelas saat dipintaskan oleh kaca-kaca mobil yang berlawanan arah dengan mereka.

Senja itu jahat ya Ngga” Bunga memulai percakapan.

Jahat napa?”

Coba deh kamu fikir, semua orang menyukainya, tapi dia pergi tanpa pamit

Senja gak jahat kok. Dia pergi tanpa janji namun dia kembali tanpa janji” Balas Rangga.

Bunga kembali memalingkan wajahnya melihat senja yang semakin terbenam dengan cahanya sendiri.

Gimana tanda tangan dosennya, udah dapat?” Rangga kembali memulai percakapan.

Udah” Jawab Bunga sambil mendekatkan tubuhnya ke punggung Rangga.

Udah clear semuanya kan syarat-syarat sidangnya?”

Udah kok, kamu gimana?”

Beres, aku tinggal sidang aja lagi

Semangat yaa, dibaca tu skripsinya, agar gak dibantai sama penguji” Bunga mengingatkan persiapan sidang Rangga yang tinggal menghitung hari.

Dalam perjalanan mereka lebih sering memilih untuk diam. Hal ini tentunya berbeda dari biasanya, pada hari-hari sebelumnya mereka tak henti-hentinya ngobrol gosipin dosen mereka yang tergolong galak. Ya, ngomongin dosen adalah topik yang paling seru dikalangan mahasiswa apalagi bagi mahasiswa tingkat akhir yang sedang berjuang untuk sebuah tanda tangan dosen pembimbing.

Tapi kali ini berbeda, Rangga merasakan ada yang gak beres dengan perasaannya, dia merasakan kekhawatiran yang berlebihan saat omongan mengarah pada sidang skripsi dan wisuda. Bukan takut dibantai dosen penguji saat sidang, melainkan waktu yang semakin dekat untuk perpisahan mereka sebagai sahabat dan perpisahan dia dengan Bunga, wanita yang selama ini dia cintai dalam diam tapi blum sempat terucapkan.

Andaikan aku dapat memilih, aku memilih untuk tidak mengenalmu” Rintih Rangga dalam hatinya.

Rasanya baru kemaren dia goncengin Bunga saat pertama kali kenal. Bunga minta ditemani ke kost temannya yang satu kampung untuk menjemput paket dari orang tuanya. Setelah itu mereka selalu bersama, rutinitas perkuliahan, mengerjakan tugas kelompok, studi lapangan mereka lewati bersama. Sampai akhirnya dia merasakan cinta pada Bunga. Rasa yang dipendam sejak semester 3 lalu masih disimpannya dengan rapi bahkan sampai saat-saat ujung kebersamaan mereka. Tak pernah diutarakannya, karena dia takut pertemanan mereka hancur gara-gara cinta.

kamu mikirin apa?” Tanya Bunga menyadarkan Rangga dari lamunan perjalanan cintanya yang terpendam.

Tidak” Aku tak mikirkan apapun timpalnya.

Posisi Rangga cukup sulit saat ini, “Memintamu untuk mengenali rasaku atau tetap seperti ini, seandainya aku bisa memilih, lebih baik aku tak mengenalmu, dari pada harus menahan semua rasa ini. Bahkan perpisahanpun didepan mata, sedangkan kataku belum terucap, rasaku belum kau ketahui, rintihanku blum kau dengar" Kamu tahu; Edelwis itu abadi dalam keharumannya.

 #Pesan Untuk Gita; Sang Pejuang Cinta

Mereka sampai di café tempat berkumpul saat cakrawala hanya menyisakan bayangan saja. Semua teman-temannya sibuk mengabadikan bayangan jingga kemerahan di seberang samudra. Mereka duduk pada salah satu kursi, diatas meja belum ada satupun makanan atau bekas tempat makanan. Rangga bingung teman-temannya belum memesan makanan apapun.

Belum pesan makanan?” Celetus Rangga dengan keheranan.

Nungguin lo sama pacar lo” Cicit Mawar yang membuat alisnya bertemu.

Kami nungguin lo, ntar kalau kami makan dulu kamu marah, nganggap kami gak setia kawan lagi” Jawab Aini dengan suara ketus.

Udalah yok, pesan lagi” Rengek Nuri sambil memegang perutnya yang gak bisa diajak kompromi lagi.

Ini lagi, mentang-mentang sama yayangnya sok-sok manja” Ledek Mawar kepada Nuri dan Roy. Nuri dan Roy sudah lama berpacaran jauh sebelum mereka kenal sebagai sahabat. Mereka sudah berpacaran saat masih sekolah dan hubungan mereka langgeng sampai hari ini. Walaupun begitu mereka bisa menyesuaikan diri dengan pertemanan mereka.

Udahlah, aku udah laper ni” Komentar Mawar sambil mengangkat tangan ke arah pelayan.

Mereka memesan beberapa minuman dan makanan cepat saji. Hanya Mawar dengan selera berbeda meminta pesanannya dia sendiri yang memasak, untung pemilik café sudah tahu kebiasaan mereka dan memaklumi kebiasaan Mawar. Mawar memang cewek apa adanya, dia berkata ceplas-ceplos. Tapi kalau urusan lobi-melobi dia juaranya. Dia pernah melobi WD III perihal beasiswa untuk Genta dan hasilnya memang tidak mengecewakan.

Mereka asyik dengan makanan masing-masing. Tak terasa senja tlah berlalu dan kini berganti malam. Suasana café semakin ramai dikunjungi pelanggan setia. Makan. Minum. Atau hanya sekedar duduk dan bercerita. Ada juga yang sibuk dengan laptopnya mengerjakan tugas kuliah, karena pemiliki café menyediakan wifi gratis untuk pengunjung setianya.

Keadaan serupa tak berbeda dengan sungai yang persis didepan mereka. Lalu lalang perahu nelayan membiaskan hantaman air ke bibir sungai menciptakan nada percikan air yang tak berirama. Para pelaut pergi meninggalkan keluarganya mengarungi samudra dengan setitik harapan dan pulang dengan bingkisan senyuman. Mereka hanyut dalam lamunan keindahan tarian alam malam itu.

Aku, harus pulang besok pagi” Ari tiba-tiba memecahkan sunyi.

Sontak semuanya kaget mendengar apa yang dikatan Ari. Karena sebelumnya tak pernah ada kata pulang yang terucap. Ari menundukan kepalanya, tangannya memainkan garpu yang dia pegang. Sepertinya dia dipaksa oleh keadaan untuk mengatakan hal demikian.

Aku harus pulang. Maaf aku tak bisa hadir saat kalian sidang ataupun wisuda nantinya. Tapi aku berusaha untuk hadir namun tak kujanjikan” Ucap Ari dengan mata yang berkaca-kaca.

Kami menatap Ari penuh dengan tanda Tanya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Kamu kenapa Ri, kok tiba-tiba ingin pulang selama ini kamu yang minta kami untuk tetap disini?” Tanya Rangga penuh keheranan.

Becandakan?” Timpal Mawar dengan suara serak.

Kok kamu gak pernah cerita? Mengapa tiba-tiba ngomong kayak gitu?” Aini berkomentar.

Kamu ada masalah, atau orang tuamu sakit?” Roy angkat suara.

Mereka semua saling tatap penuh keheranan. Bertanya-tanya apa yang terjadi pada Ari? Mereka menyaksikan mata Ari berkaca-kaca sepertinya dia sedang berusaha untuk tidak menangis namun akhirnya dia tak kuat lagi.

Aku harus pulang. Beberapa hari yang lalu orang tuaku nelvon dan mengatakan kalau aku sudah dijodohkan dengan anak teman ayahku semasa sekolah dulu. Aku gak bisa nolak perjodohan ini, walaupun berat tapi aku gak mau orang tuaku kecewa karena aku, aku mencari momen yang tepat untuk membicarakan ini dengan kalian

Ari menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. Walaupun Ari selama ini terkenal dengan lelaki kuat dan bijaksana tapi tetap saja air matanya menetes perihal cinta. Seperti itulah cinta, dia mampu menggores sampai kecela-cela terkecil sanubari seseorang.

Daerah asal Ari memang terkenal dengan tradisi perjodohan. Baik bagi anak laki-laki ataupun anak perempuan dan itu sudah berlaku secara turun temurun. Karena tradisi kampungnya itulah yang membuat Ari selama ini takut bermain perasaan. Dia bahkan pernah menolak seorang perempuan yang menjadi primadona di jurusannya. Walaupun pada akhirnya dia kalah dan jatuh dalam pelukan Gina. Gadis yang berumur tiga tahun dibawahnya. Entah bagaimana sebab dan musababnya sehingga Ari luluh dibuatnya.

Trus Gina gimana?” Tanya Nuri.

Nah itu persoalannya, aku gak tahu harus ngomong apa sama Dia.” Jawab Ari dengan suara pasrah.

Kamu harus ngomong donk, jangan buat dia kehilangan tanpa kabar” Celetus Aini.

Rangga hanya bisa menyaksikan keadaan Ari yang sedang dihukum oleh perasaannya sendiri. Dia tak habis fikir dizaman sekarang ini masih ada istilah perjodohan.

Ari berusaha menenangkan dirinya sebelumnya bicara. Dia menatap teman-temannya satu persatu.

Aku titip Gina ya” Pintanya dengan suara lirih mengarah kepada Rangga.

Aku memilih disini bersama kalian, karena hanya saat bersama kalian aku bisa nglupain perihal perjodohanku. Aku emang gak pernah ngomong sama kalian. Sebenanrnya perjodohanku ini sudah direncanakan oleh orang tuaku sehari sebelum aku wisuda, hanya aku meminta menundanya

Ari menceritakan penuh dengan emosional apa yang dia rasakan slama ini.

Berarti udah lama, kenapa kamu tak pernah cerita?” Komentar Mawar seperti tak percaya dengan keadaan yang dihadapi Ari.

Ari hanya mengangguk.

Trus kenapa kamu gak pernah mencoba jelasin sama Gina?” Tanya Bunga.

Aku takut dia kecewa” Jawab Ari.

"Lebih baik dia tahu lansung dari kamu daripada dia tahu dari orang lain. Perempuan itu butuh kepastian Rii" Komentar Bunga.

Ari hanya menggeleng dan mengalihkan pandangannya pada Rangga.

Ngga. Aku minta tolong sama kamu ya buat jelasin semuanya sama Gina” 

Ari menatap Rangga dengan serius. Sudah lebih dari tiga tahun mereka berteman baru kali ini Ari menatapnya seserius ini.

Aku?” Tanya Rangga.

Aku yakin kamu bisa jelaskan sama Gina tanpa dia terluka lebih dalam. Lagian kamu satu-satunya temanku yang tahu hubunganku dengan Gina sejak awal

Rangga memang mengetahui hubungan mereka sejak awal dan Rangga juga kenal baik dengan Gina. Mulai mereka pdkt-an sampai jadian. Bahkan satu-satunya nomor teman laki-laki yang boleh disimpan Gina adalah nomor Rangga. Gina juga menjadikan Rangga sebagai teman curhatnya, jika ada masalah dengan Ari. Jika mereka bertengkar pasti tempat mengadunya adalah Rangga.

Rangga mengangguk tanda setuju.

Ari memberitahu Rangga beberapa pesan yang harus disampaikannya kepada Gina. Karena dia akan pergi tanpa pamit. Bukannya dia pengecut tapi hanya saja dia tak kuat melihat Gina menangis didepannya.

“Terkadang laki-laki memilih caranya sendiri untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan. Dibalik tegarnya seorang laki-laki tersimpan tangis yang menunggu penumpahan”

**

Jam sudah menunjukan pukul 20:00. Mereka masih betah pada kursi yang dari senja diduduki. Pelanggan café sudah berganti datang dan pergi tapi tidak dengan mereka. Mereka masih sibuk dengan percakapan dan hanyut dalam suasana perpisahan dengan Ari.

Ari terlihat murung. Senyuman yang selalu merkah diwajahnya seolah-olah hilang ditelan bumi lantaran perjodohannya yang sudah diatur.

Ini malam terkhirku bareng kalian” Kata Ari dengan memaksakan senyuman.

Jika habis ini kita tak bertemu lagi, aku harap kalian tak melupakan kebersamaan kita slama ini, simpanlah namaku dalam kamus hidup kalian" Pinta Ari sambil menyapu air matanya yang tumpah tanpa bisa dibendung.

"Sejauh apapun jarak memisahkan kita, kita adalah teman yang takkan pernah melupakan" Balaz Genta sambil memgang bahu Ari.

Suasana haru menyelimuti malam perpisahan mereka malam itu, mereka seolah gak percaya apa yang terjadi. Salah satu diantara mereka akan pergi, ntah kapan mereka bisa berkumpul bersama lagi.

 Sebentar lagi aku pamit ya, aku hars packing barang-barang karena travelku pagi jam 7” Sambungnya yang membuat semuanya membeku.

Yaudah kita bantuin kamu beres-beres aja habis ini” Timpal Roy.

Ari menggeleng. “Gak usah. Kalian tetap disini, lanjutkan kebersamaan ini, kalian tahu perpisahan adalah saat yang menyakitkan, jangan sia-siakan waktu yang masih ada” Jawab Ari dengan mata berkaca-kaca.

Sontak pandangan Rangga lansung mengarah kepada Bunga yang duduk persis didepannya. Ari mengamati tingkahnya dan sepertinya dia memahami.

Setelah foto bersama beberapa kali jepret Ari kemudian pamit meninggalkan Rangga dan teman-temannya setelah membayar separoh pesanan malam itu. “Traktiran yang terakhir” kata Ari sambil melambaikan tanganya, berpamitan dan pergi.

Tepat pukul 21:30 mereka memutuskan untuk kembali ke kost masing-masing.

Besok ngampus jam berapa?” Tanya Nuri.

Aku mungkin siangan, karena jadwal bimbinganku habis zuhur” jawab Aini.

Besok pagi kita ketempat Ari sama-sama ya” Pinta Mawar yang serentak mereka balas dengan anggukan.

**

 #Masih Ada Waktu; Jangan Sampai Kamu Menyesal

Rangga menghempaskan tubuhnya di kasur. Wajah lelah yang rindu lelap tergambar jelas saat dia menoleh kaca spion motor saat membuka helm. Dia belum sempat mandi dan membersihkan tubuh. Baru sebentar merasakan empuknya bantal, notifikasi hpnya menyadarkannya dengan rada malas dia mengambil hpnya.

Aku tunggu kamu ditempat tadi” pesan dari Ari.

Rangga kaget dengan pesan via wa yang dikirim Ari.

Ngapain” Tanya Rangga bingung.

"Sini aja, ada hal penting yang ingin aku sampaikan" Jawab Ari.

Dengan masih menggunakan baju yang sama, Rangga memacu kendaraannya membelah kota Padang. Jalanan kota sudah beranjak sepi, maklum saja jam telah menunjukan pukul 23:15. Warung-warung kopi disepanjang jalan masih ramai pengunjung. Terkadang dia berpapasan dengan sepasang kekasih yang baru saja melewatkan malam bersama.

Sepanjang perjalanan kepalanya dipenuhi tanda tanya. Mengapa Ari tiba-tiba memintanya datang kembali ke café.? Apakah ada pesan lain yang harus dia sampaikan pada Gina? atau dia ingin memberitahunya maksud tersembunyi dari perjodohannya.?

Rangga…” Ari memanggilnya sambil melambaikan tangan.

Rangga berjalan menuju arahnya. Dia mengamati sekeliling ternyata penghuni café tlah berganti, sebelumnya dipenuhi pasangan muda-mudi, sekarang dipenuhi oleh kumpulan mahasiswa yang terikat dalam satu organisasi. Sayut-sayut terdengar suara perdebatan antar mereka. Topik pembicaraan merekapun beragam mulai dari kisruh pemerintah sesama pemerintah. Skandal video mesum artis yang lagi trending. Persoalan ideologi. Kesenjangan ekonomi. Demontrasi buruh dan mahasiswa. Krisis ekonomi sampai perdebatan calon presiden periode berikutnya.  Yaa bagi mahasiswa, café adalah tempat yang paling aman untuk melontarkan kritikan dan cacian terhadap pemerintah, kampus, rektorat bahkan dosennya sendiri. Jika dikampus mulut mereka dibungkam maka di café mereka tumpahkan semuanya.

Mereka memesan kopi panas sebagai teman percakapan rahasia malam itu. Sebelumnya Ari juga pernah melakukan hal yang sama, meminta Rangga keluar saat yang lain telah berdamai dengan lelapnya. Tapi itu membahas persoalan genting yang menyangkut organisasi kampus, adanya mosi tak percaya dari sebagian mahasiswa terhadap organisasi yang dipimpin oleh Ari. Sekarang Ari bukan lagi mahasiswa dan dia juga tak terikat dengan satupun organisasi di kampus. Tapi mengapa Ari melakukan hal yang sama? Kepalanya dipenuhi tanda tanya.

Santai aja”. Ari memecah ketegangan yang tergambar dari raut wajah Rangga.

Rangga melanjutkan menyeduh kopi panas dengan aroma khas yang ada didepannya.

Kamu masih menyimpan rasa terhadap Bunga kan? Tanya Ari yang membuat Rangga hampir  memuntahkan kopi yang sedang dia seduh.

Aku bisa melihat dari caramu menatap Bunga, kamu masih sayangkan sama dia? Ari melanjutkan omongannya.

Bunga adalah teman” Jawabnya pendek.

Gak usah berkilah dengan kalimat-kalimat klise itu. Mulut boleh saja berbohong tapi hati tak mau didustai” Balas Ari dengan nada penekanan.

Rangga terdiam mendengar omongan Ari, apa yang dikatakan Ari masuk kedalam hatinya dan menggores bagian terdalam, Ari seolah-olah mengetahui semua apa yang dia rasakan. 

Aku tak ingin persahabatan yang tlah kita jalin sekian lama hancur gara-gara cinta Ri

 Rangga mencoba memberikan penjelasan.

Yang aku tanya kamu masih nyimpan perasaan kan sama Bunga” Ari memotong penjelasannya mengisyaratkan Rangga jangan mengalihkan topik.

Yaa, aku nyimpan perasaan sama Bunga, aku sayang Bunga dan aku udah memendam ini cukup lama” Jawab Rangga dengan mata yang memancarkan keseriusan.

Jangan terlambat, nanti kamu nyesal” Jawab Ari pendek.

Maksudnya?” Tanya Rangga bertanya dan mengarahkan tubuh ke Ari.

Ari memperbaiki duduknya sebelum menjelaskan maksudnya.

Ngga, penyesalan itu selalu di akhir. Seberapapun kamu berusaha menyembunyikan perasaan mu, kamu akan kalah. Mulutmu boleh berkata tidak tapi hati mu tak bisa kamu lawan

Kebersamaan mu sama Bunga tinggal menghitung hari. Bentar lagi kamu dan Bunga akan wisuda, setelah itu mau tak mau kalian akan berpisah. Kamu pulang ke kampungmu Bunga pun pasti pulang kampung. Kalian akan dipisahkan oleh jarak dan waktu yang tak bisa ditebak. Apakah kalian masih akan bertemu atau tidak belum ada jaminan. Sedangkan kamu masih menyimpan rahasia terhadap Bunga. Bunga berhak tahu atas apa yang kamu rasakan, atas apa yang kamu sembunyikan dari dia

Persahabatan kita sudah lama, jauh sebelum diantara kita mengenal cinta. Tapi cinta adalah kekuatan hati, dia hadir tanpa diminta di datang tanpa diundang. Kamu tak salah Bunga pun tak salah

"Hal yang menyedihkan tentang cinta rahasia adalah kamu menderita sendirian setelah semuanya berakhir"

yang salah saat kamu tak berani mengungkapkannya, pengecut itu namanya” Omel Ari yang kelihatan kesal dengan sikapnya yang memilih untuk diam.

Ucapan Ari begitu menggores hati Rangga, terasa dikuliahi 4 sks mata kuliah Filsaat Sejarah oleh dosen yang super killer. Dia tak tahu harus berbuat apa, antara cinta dan logika. Bunga atau persahabatan.

Masih ada waktu. Semuanya belum terlambat. Jangan sampai kamu menyesal karena pilihanmu sendiri” Ari melanjutkan omongannya. Sedangkan Rangga masih terdiam memegang gelas kopi sambil merasakan sisa-sisa kehangatannya.

***

Rangga terpaku dengan lamunan yang mengantarkannya mengingat semua tentang Bunga. Awal perkenalan mereka, masuk oragnisasi yang sama, ngerjakan tugas kelompok bareng, putar-putar gak jelas seharian, liburan ke macam-macam tempat. Fikirannya dirajai oleh Bunga, benaknya dikuasai oleh kenangannya tentang Bunga.

Fikir-fikir dulu, sebelum semuanya terlambat

Ari menyadarkannya dari lamunannya tentang Bunga.

Waktu masih ada” Ari mengalihkan pandangan pada jam tanga kesayangannya.

Balik yok, aku mau berangkat jam 05:30 pagi, takut kesiangan” Ari mulai beranjak dari kursinya.

Ohya, bilang sama yang lain gak usah ke kostku besok, karena aku berangaktnya agak pagi” Kata Ari berjalan ke arahku sehabis berhadapan dengan kasir cafe.

"Sahabatku bertanya padaku tentang cinta rahasiaku dan itu seperti membunuhku, saat mengetahui bahwa dia tidak sadar itu dirinya"

***

 #Rasanya Baru Kemaren Aku Mengenalmu

 “Maaf ya, aku terjebak macet diperjalanan” Timpal Rangga sembari berjalan menuju kearah Bunga.

Iya, no problem this is indeed the busy hour.” Jawab Bunga

Gimana urusannya, lancar?”

Alhamdulillah semua udah kelar” Bunga menunjukan semua berkas yang baru saja dia dapatkan dari dekanad kampus.

Kamu sudah temukan tempat jilid skripsinya?” Bunga mengingatkan Rangga sambil menunjukan batas akhir penyerahan Hard Copy skripsi yang diberikan pihak kampus.

Udah kok, katanya sih besok atau lusa bisa diambil

Kalau bisa besok kenapa harus lusa?” Bunga mengingatkan Rangga agar jangan menunda-nunda penyerahan Hard Copy skripsinya.

Rangga tak memberikan respon lebih, dia hanya melemparkan senyuman kearah Bunga yang masih sibuk dengan semua berkas ditangannya.

Kita lansung jalan atau ngantar barang-barang kamu dulu?”

Tanya Rangga yang membuat Aini sadar kalau mereka janjian mau menikmati sore ini bersama.

Ke kost dulu, masa aku harus bawa berkas sebanyak ini” Timpal Bunga sambil menunjukan tumpkan berkas yang ada dipangkuannya.

Sore itu Rangga dan Bunga janjian mau jalan, setelah sekian minggu semenjak kepulangan Ari, mereka belum sempat duduk bersama. Semenjak Ari pulang kampung rutinitas kebersamaan mereka sedikit terjeda. Rangga, Roy, Genta, Mawar dan Bunga sibuk dengan urusan tanda tangan dosen mereka masing-masing untuk mendapatkan lebaran persetujuan perbaikan skripsi mereka.

Rangga dan teman-temannya sudah menyelesaikan sidang skripsinya, hanya Mawar yang sedikit mengalami masalah karena kesalahan variabel pada data penelitiannya.

Bunga memberikan sebuah cokelat pada Rangga saat dia berhasil melewati semua pertanyaan dosen pengujinya dan mendapatkan nilai skripsi A, nilai yang cukup membuat dia bangga dan keluarganya.

Selamat yaa, cieeee akhirnya sarjana juga” Celetus Bunga saat Rangga keluar dari ruangan pembantaian itu, semua teman-temannya turut memberikan ucapan selamat dan bingkisan.

**

Kemana kita?” tanya Rangga yang memposisikan diri disamping Bunga.

Makan yok” Bujuk Bunga.

Rangga hanya mengisyaratkan naik ke motor dan tak berkomentar tambahan.

Mereka membelah jantung kota Padang, dengan tingkat kemacetan yang melebihi batas maksimal maklum jam segini merupakan jam sibuk warga kota. Ratusan penghuni kota berlarian pulang ke tempat masing-masing setelah seharian berjibaku dengan kerja.

Sekitar 20 menit berlalu mereka sampai di café tempat mereka duduk terakhir bersama Ari.

Kemana aja, kirain udah pada cabut dari Padang” Sambutan hangat dari salah satu pelanggan.

Gak ko bang, maklum pejuang tanda tangan” Jawab Rangga sambil menirukan gaya pembimbingnya memberikan tanda tangan pengesahan beberapa hari lalu.

Kirain udah cabut, gak nongol-nongol lagi” Pelayan dengan wajah murah senyum berkata sambil menunjukan kursi yang biasanya mereka tempati saat di café ini.

Bunga sibuk memilih menu yang terdata dalam daftar menu cafe, sedangkan Rangga hanyut dalam tatapan ke wajah Bunga. wajah yang mengahanyutkan dia dalam cinta tanpa kata dalam sayang tanpa pernah terucap.

Kamu makan apa?” pertanyaan Bungan menyadarkannya. Rangga buru-buru memilih menu yang tersedia.

Ari apa kabar ya?” Tanya Bunga sambil menikmati cokelat panas kesukaanya.

Baik kok, tadi malam aku habis telfonan sama dia” Jawab Rangga.

Bagaimana dengan perjodohannya?” Tanya Bungan balik.

Dia sich bilang sampai sekarang belum menemukan titik terang

Dianya masih ragu dengan pilihan orang tuanya, cuman dia juga gak mau mengecewakan orang tuanya” Timpal Rangga.

Mudah-mudahan Ari diberikan jalan terbaik” Jawab Bunga.

Aamiiin.

Mereka hanyut dalam nuansa sore menjelang senja. Mentari di barat malu-malu bersembunyi dibalik jingga dan kemerahannya. Pejuang-pejuang laut silih berganti mendayung perahu mereka untuk siap bertarung dengan ombak demi sesuap nasi untuk sang buah hati di rumah. Hantaman ombak pantai sayup-sayup terdengar dibawa angin pantai.

Mereka asyik dengan obrolan santai seputar kenangan kuliah. Dimarahi dosen, bangun telat, tak boleh masuk kelas, makalah yang ketinggalan. Semua tingkah semasa kuliah menjadi bahan hiburan mereka sore itu. Sesekali obrolan mereka tertuju pada momen wisuda yang akan mereka lewati beberapa hari lagi, persiapan kedatangan keluarga besar, baju pilihan dan rental fhoto yang direncanakan.

Alhamdulillah yaa Ngga, kita bisa wisuda bareng” Kata Bunga sambil melemparkan senyuman manisnya kewajah Rangga.

Iya Nga, Alhamdulillah, makasih yaa undah bantu dan ngingatin aku selama skripsian

sama-sama” Timpal Bunga.

Gak terasa yaa kita dah mau wisuda aja, rasanya baru kemaren kita kenal

 Sambung Bunga yang melemparkan wajahnya mengarah ke cakrawala yang hampir menyisakan jingga saja.

Rangga membeku mendengar kata-kata dari Bunga. Di teringat kata-kata Ari ditempat yang sama beberapa minggu yang lalu. Fikirannya tak menentu, raut wajahnya berubah total dia merasakan ada sesuatu yang menyesak dalam dadanya.

Kata-kata Ari mengingatkan dia tentang perasaanya pada Bunga, masuk ke dalam hatinya dan bertarung dengan logikanya. Pasa satu sisi dia ingin Bunga tahu apa yang dia rasakan, tapi logikanya berkata jangan ada persahabatan yang akan menjadi korban.

Kamu kenapa Ngga?” Tanya Bunga sambil memalingkan wajahnya ke Rangga.

Aku gak papa

Jangan bohong, kamu nyembunyikan sesuatu ya dari aku” Tanya Bunga penuh penasaran.

Kamu mikirin apa?”

Cerita aja” Pinta Bunga.

Aku cuman mikiran ucapan kamu tadi, rasanya baru kemaren kita kenal tapi beberapa hari lagi udah mau wisuda” Jawab Rangga dengan terbata-bata.

oh itu, iyakan, rasanyakan baru kemaren kita kenal tapi dah mau wisuda trus pisah

Pisah?”

Kata itu begitu tajam menusuk telinga Rangga, masuk ke lulung hatinya. Dia tak mau mendengar kata itu, bagaikan ombak yang menghantam bibir pantai, memecahkan kerasnya batu karang.

Waktu berjalan tanpa henti, rasanya baru kemaren aku mengenalmu, baru kemaren aku mencintiaimu. Tapi sekarang kata itu tlah keluar dari mulutmu. Sedangkan cintaku masih blum terucap untukmu,  Andai aku boleh meminta jangan ada kata pisah diantara kata-kata yang pernah terucap”.

****

#Tinta Terakhir

Azan magrib berkumandang merajai angkasa, memecahkan kesunyian melemparkan singgasana kekuasaan. Mereka menghadap sang Maha Cinta di mushalla café yang cukup terawat kebersihannya. Ini juga alasan mengapa pengunjung betah berlama-lama disini. Mereka melanjutkan obrolan dan menambah menu pesanan buat makan malam.

Habis wisuda nanti kamu lansung pulang?” Tanya Rangga memulai topik baru.

Kayaknya iya deh” Jawab Bunga.

Kamu masih kembali kesinikan? Tanya Rangga penuh harap.

Kalau ada waktu mungkin aku kembali Ngga, tapi aku tak tahu kapan” pungkas Bunga.

Suasana hening mewarnai obrolan mereka, walaupun pengeras suara yang terpasang hampir di setiap sudut café menyanyikan lagu silih berganti. Ketakutan Rangga selama ini tampaknya menjadi nyata. Dia akan kehilangan perempuan yang selama ini dia cintai dalam diam. Yaaa, Rangga mencintai Bunga. Bahkan jauh sebelumnya, Rangga mulai mencinta Bunga saat mereka pernah melakukan kegiatan kampus bersama, kira semester 3 yang lalu. Sejak itu Rangga Memendam rasa, rasa yang belum pernah dia ungkapkan, rasa yang dia simpan dengan rapi. Berharap suatu saat Bunga mengetahui perasaannya tanpa dia mengungkapkannya. Bukan Rangga tidak berani untuk mengungkapkannya, hanya saja dia tak ingin persahabatannya hancur gara-gara cinta, dengan alasan menghargai persahabatan, Rangga bertahan pada posisi tanpa kejelasan. Bertahun menahan rasa dan masih tetap saja bertahan, sungguh sebuah cinta yang sulit dimengerti.

Aku ingin liburan sebelum aku pulang” Bunga memecah sepi.

Aku ingin pergi ke tempat wisata yang ada di kota ini, kamu ajak Aku traveling dong

Dengan manja Bunga membujuk Rangga.

Okee, kamu mau kemana, Aku siap antar” jawab Rangga sambil menunjukan beberapa spot wisata yang dia tahu di kota Padang dan sekitarnya.

Suasana tak menentu masih menari dalam benak Rangga. Dia berusaha untuk tidak menampakan keadaan yang sebenarnya kepada Bunga. Rasanya waktu begitu cepat, dia membenci keadaan seperti ini.

 Rangga menatap Bunga dalam-dalam.

Adakah waktu untuk kita bertemu selepas ini? adakah kesempatan untuk kita bercerita tentang dan kemana kita setelah ini?”

Pertanyaan Rangga membuat Bunga mendekatkan wajahnya ke wajah Rangga.

Rangga menyaksikan wajah penuh cinta di depannya. Wajah yang menjadi semangat saat dia terbawa arus kemalasan. Wajah yang juga membuat dia bertahan pada status hubungan tanpa kejelasan. Sungguh dia tak mau kehilangan tatapan mata yang begitu indah ini.

Bunga membalas tatapan Rangga, pandangan mereka terpaut. Bagaikan dua sisi maknet yang menyatu tanpa ruang pembatas. Mata Rangga berkaca-kaca, mengisyaratkan arti ketulusan yang sebenarnya, mengabarkan bahwa ada cinta untuknya, tapi tak sempat terucap.

Ngga, kamu kenapa?” Tanya Bunga sambil meraih tangan Rangga.

Tindakan Bunga mengalahkan Rangga, air matanya mulai membasahi pipinya. Benteng tangisan yang slama ini dia bangun roboh dengan seketika.

Kamu gak ngrasain rasa itu sendirian Nggaaaaa” Kelopak mata Bunga mulai dipenuhi air mata. Pegangannya semakin dalam.

Aku tahu Ngga, kamu sayangkan sama aku?”

"Kamu cintakan sama aku?"

Kamu memendamnya kan?"

Tapi kenapa kamu tak pernah bilang, kenapa Ngga?” Tangisnya pecah.

Kamu tahu, setiap aku jalan sama kamu, aku ngrasa apakah kamu serius mencintaiku seperti ceritamu sama Ari waktu itu. Ari ceritakan semuanya padaku tentang apa yang kamu rasa”

Aku slalu menunggu saat-saat kebersamaan kita berdua, aku berharap kamu mengatakannya, karena rasa itu gak hanya kamu ngrasain Ngga, aku juga mencintaimu Nggaaa”

Kata-kata Bunga membuat Rangga membalas pegangan tangan Bunga, hingga mereka berpegangan begitu berat. Tangisnya tak bisa ditahan, mereka hanyut dalam tangisan perasaan yang sama.

Maafkan aku Nga, aku tak peka. Aku mengira bahwa hanya aku yang mencintai mu

Maafkan aku.

Aku memilih untuk memendam perasaanku agar persahabatan kita tak hancur gara-gara cinta

Fikiran kamu ajakan?” tanya Bunga dengan suara serak terbawa tangis.

Kalau kamu takut dengan perpisahan, aku lebih takut lagi Ngga” Pinta Bunga dengan tulus.

Aku mencintaimu” Ungkap Rangga dengan bahasa perasaan yang begitu tulus.

Aku juga mencintaimu Ngga

Ketulusan jelas terpancar dari kedua insan yang selama ini sama-sama memendam rasa, sama-sama mencintai dalam diam dan sama-sama berbisik dikala sajadah terbentang menghadap Sang Maha Cinta.

****




 

 

 

 

Komentar

  1. New Jersey speeds sports betting, casino, new speeds
    The BetMGM 경기도 출장안마 mobile 논산 출장안마 app is also 안동 출장샵 available to download in New Jersey 익산 출장안마 via 당진 출장안마 the Play Casino app, allowing users to wager online and

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Laporan KKL: Jejak-Jejak PDRI di Nagari Sumpur Kudus

Kau Usir Aku Dengan Cara Mu

Kami Tidak Sama, Namun Kami Satu