Mancucuak Rantiang atau Menanamkan Ranting; Kearifan Lokal Masyarakat Nagari Silantai



Mancucuak Rantiang atau Menanamkan Ranting



Setiap daerah memiliki tradisi dan kearifan lokal masing-masing yang sudah dijaga bertahun-tahun serta diwariskan kepada generasi penerus. Percaya atau tidak, banyak dari kearifan lokal masyarakat tersebut tidak bisa diterima oleh akal sehat serta logika. Karena kebanyakan dari kearifan lokal tersebut dihubungkan dengan hal-hal mistik. Misalnya suatu wilayah memiliki kearifan lokal yang tidak bisa di terima oleh akal, namun apabila itu tidak dilaksanakan, maka akan ada sesuatu hal yang merugikan mengenai sekelompok orang atau perorangan.
Minangkabau meruakan etnis suku bangsa yang terkenal dengan kearifan lokalnya. Pepatah Minangkabau mengatakana “lain lubuak lain ikannyo,lain padang lain ilalangnyo, dima bumi dipijak disinan langik dijujuang” artinya setiap daerah memiliki keunikan masing-masing dan sebagai manusia yang berbudi kita harus mampu menyesuaikan diri dengan daerah atau tempat baru yang kita kunjungi.  Di Minangkabau banyak sekali daerah-daerah yang memiliki tradisi dan kepercayaan, hal ini bertujuan untuk mempertahankan identitasnya sebagai sebuah suku bangsa yang kaya denga tradisi.
Tidak hanya Minangkabau, daerah lain di Indonesia tentu juga memiliki kearifan lokal masing-masing, hal ini tentunya sangat membanggakan kita sebagai warga Negara Indonesia. Karena ini membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya namun juga kaya akan adat dan istiadatnya. Indonesia memiliki beribu-ribu pulau, beribu-ribu suku dan bahasa daerah, ini semua membuktikn bahwa Indonesia tidak sama namun Indonesia satu dalam keberagaman.
Salah satu kearifan lokal yang terdapat di Minagkabau Sumatera Barat ada di Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Sijunjung memiliki andil yang besar dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Kabupaten Sijunjung pernah menjadi tempat persinggahan PDRI atau Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Syafudin Prawiranegara.
Nagari Silantai, Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung adalah lokasi sidang Kabinet Syafrudin Prawiranegara dalam membicarakan PDRI kedepannya. Dirumah wali nagari Silantai yang bernama Bapak Hasan Basri dilaksanakan sidang PDRI pada tanggal 14-17 Mei 1949. Disini dapat kita menjumpai bukti fisik PDRI seperti rumah sidang kabinet, tugu PDRI dan surau tempat Syafrudi menetap.
Untuk dapat menuju lokasi nagari Silantai dibutuhkan waktu perjalanan menggunakan bus lebih kurang dua jam perjalanan. Jalan menuju ke nagari Silantai tidak terlalu besar, jalannya banyak berlubang, perjalanan membelah pebukitan yang menjulang tinggi dan jauh dari keramaian. 
 
Lokasi Menusuk Ranting
Nagari Silantai masih jauh dari suasana perkotaan, hal ini membuat masyarakat sekitar masih menjaga dengan kuat kearifan lokal yang ada. Salah satu kerifan lokal masyarakat sekitar yang masih terawat hingga hari ini adalah “mancucuak rantiang/kayu”. Mancucuak rantiang/kayu (menusukkan Ranting) adalah sebuah tradisi dan kepercayaan masyarakat sekitar jika ingin memasuki nagari Silantai. Tempat macucuak rantiang berada di puncak perbukitan setelah kita melewati tanjakan-tanjakan tajam dan akan melewati penurunan yang tajam pula.
Menurut masyarakat sekitar lokasi mancucuak rantiang adalah perbatasan antara jalur pendakian dan penurunan. Mancucuak rantiang artinya setiap pendatang yang pertama kali memasuki wilayah nagari Silantai apakah dia perantau atau hanya ingin mengunjungi situs PDRI, maka dia di haruskan untuk mengambil sebilah ranting pohon, terserah pohon apa kemudian ditusukan atau ditanamkan pada sebuah tebing yang sudah ditentukan.
Keyakinan ini sudah ada bertahun-tahun yang lalu dan masih dipertahankan sampai hari ini, jika pendatang tidak melakukan hal ini maka akan ada suatu kesialan yang menimpanya, seperti kecelakaan, kendaraan mogok, kerasukan atau melihat hal-hal yang aneh. Berdasarkan penuturan seorang warga, bahkan seorang Buya Syafe’I Ma’arif mantap Ketua Muhammadiyah Nasional yang merupakan putra asli Sumpur Kudus, “jika Buya Syafe’i pulang kampung maka dia juga melakukan hal demikian”.
Bila dicerna dengan baik, kearifan lokal masyarakat nagari Silantai, mancucuak rantiang memiliki makna yang dalam yaitu kepedulian terhadap alam. Tradisi ini secara tersirat memberikan pesan betapa pentingnya menjaga alam seperti menanam pohon untuk menghindari terjadinya banjir bandang dan longsor dikarenakan nagari Silantai terletak diperbukitan. Walaupun tradisi ini dibumbui dengan hal-hal mistik namun apabila kita mau mencerna dengan baik ada pesan-pesan berharga didalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Laporan KKL: Jejak-Jejak PDRI di Nagari Sumpur Kudus

Kau Usir Aku Dengan Cara Mu

Kami Tidak Sama, Namun Kami Satu